Just For Share

Hmmmm, akhir akhir ini sedang banyak melihat beberapa pasangan yang telah menjalin hubungan bertahun tahun, tapi akhirnya kandas di tengah jalan.
Aku melihat kejadian ini disekitarku, mulai dari sahabatku sendiri, sahabat pacarku dan beberapa temanku.
Aku terkadang ikut sedih ketika ada pasangan yang putus setelah pacaran lama.
Aku merasa hal itu sayang sekali.
Ternyata, manusia bisa berubah, orang yang dulu kita cintai bisa berubah menjadi orang asing, menjadi orang yang sangat berbeda dari sebelumnya. 

Aku tau, bagi siapapun yang berpasangan, pasti tidak pernah menginginkan perpisahan.
Semua ingin bersama selamanya.
Tapi...
Cinta itu tidak hanya sekedar mengasihi ataupun mencintai seseorang.
Cinta itu butuh komitmen dan visi yang kuat.
berat? Ya berat...
Semakin bertambah usia kita, semakin bertambah usia hubungan kita, dibutuhkan ekstra kekuatan untuk tetap bisa menjaga komitmen dan mencapai visi kita itu.
Kenapa aku bilang seperti itu?

Coba cek,
Dulu ketika kita berpacaran saat SMA, apa yang kita pikirkan?
Apa arti pacar? Mungkin sebagian besar dari kita hanya berpikir pacar itu adalah orang yang bisa antar jemput kita les atau pulang sekolah, teman mengerjakan PR atau teman curhat. Pasti kita gak pernah berpikir dia akan jadi suami kita kan? Wahhhh, itu pasti terlalu berat dan jauh untuk dipikirkan saat kita masih SMA.

Kemudian ketika kita kuliah.
Aku yakin, pikiran tentang arti pacar mulai sedikit berubah.
Yaaa, aku gak mau menceritakan orang lain.
Aku mau share apa yang aku rasakan. Oke aku akui, aku pernah berpacaran saat SMA, meskipun sangat ditentang oleh orang tuaku. Aku pacaran backstreet, itu pun hanya sebentar (paling lama tiga bulan).
Tapi menurutku itu belum pantas disebut pacaran, kenapa?
Aku tidak pernah yang namanya kencan, jangankan makan bareng, ketemu aja aku risih hehehhe. Pacarannya hanya lewat sms aja. Aku ketemu dia aja takut, takut ada yang liat terus lapor ortuku. belum pantes disebut pacaran kan? Maklum dulu saya adalah anak rumahan yang dipingit banget.
Aku dulu punya pacar karena aku melihat temen2ku pada punya pacar, dan juga mungkin karena gejolak pubertas yang membuatku ingin merasakan diperhatikan oleh lawan jenis.

Hanya itu alasanku. Mungkin orang lain punya alasan lain.
Tapi alasanku diatas menjadi berubah ketika aku sudah menginjak bangku perkuliahan.

bener kata orang-orang, kalo di perkuliahan itu kita bukan hanya sekedar belajar. Tapi disana tempat kita mencari jati diri. Ketika di bangku perkuliahan aku mulai mendapat pencerahan dari beberapa kakak rohaniku di PMK (persekutuan mahasiswa kristen), bahwa berpacaran dalam Kristen itu adalah proses pengenalan sebelum menikah.
Tau akan hal ini, aku juga mulai membuka hati untuk pria pria yang mungkin akan menjadi pasanganku kelak.
Kalo dulu ketika SMA, aku tidak pernah mempermasalahkan background pacarku, setelah kuliah ternyata pikiranku mulai terbuka,
Aku mulai mematok persyaratan, minimal dia harus mahasiswa S1 juga sepertiku.Itu bukan satu2nya syarat, tapi itu adalah salah satu syarat mutlak yang tidak dapat diganggu gugat menurutku.
Kenapa aku jadi rasis begitu?
Entahlah, aku mulai berpikir bahwa orang yang akan mendampingiku kelak harus punya pendidikan tinggi, kalo tidak bisa lebih tinggi dariku, minimal sama. Aku bukannya sombong, tapi hanya realistis.
Aku sudah punya cita-cita untuk masa depanku,
Aku berpikir, kalo pacar itu adalah calon suamiku, aku harus bener bener mempersiapkan dengan baik.
Aku tidak mau salah pilih.
Aku harus punya suami yang mapan dan mampu menghidupi aku dan anak2ku kelak, itu pikiranku. Oke, memang saat jadi mahasiswa kita belum tau bakal jadi apa nantinya setelah lulus, tapi menurutku ijazah S1 itu bisa menjadi bekal untuk masa depan yang lebih baik nantinya. Aku percaya itu.
Atau, ada juga orang berpendapat, gak apa apa lulusan SMA tapi dia pengusaha kaya, hmmmm...oke juga sih, tp aku tetap pada pendirian, dia harus S1. Lagipula, prinsipnya begini, orang tua saya sudah bersusah payah menguliahkan saya sampe sarjana, jadi saya juga harus bisa mendapatkan pasangan yang sarjana. Biar sama2 tau kelak, kalo biaya pendidikan anak itu mahal. Kalo nanti pasangan saya bukan seorang sarjana, dia pasti tidak pernah mengerti betapa beratnya perjuangan orangtua menyekolahkan anaknya sampe sarjana. Iya kan?


Bener kata orang orang, saat berpacaran yang paling tepat adalah saat kuliah.
Aku setuju pendapat itu.
Saat di bangku perkuliahan, usia kita sudah dewasa, pikiran kita sudah mulai terbuka, dan kita juga pasti sudah mulai memikirkan masa depan kita kelak.
Aku bersyukur sekali ketika masa-masa kuliah menjadi masa dimana aku  menemukan berbagai macam karakter pria. Yaaa, gak jauh2 memang, aku bertemu dan mengenal mereka di kampus, di gereja dan pmk. Ya, satu iman itu adalah wajib!! ini juga syarat yang tidak bisa diganggu gugat.
Memang banyak yang bisa pacaran dengan berbeda agama, tapi lihat saja akan bertahan berapa lama itu hubungan, seperti kata salah satu Pendeta yang selalu kuingat, terang dan gelap tidak akan bisa disatukan.
Oke, bisa pacaran, tapi menikah? Bisakah hubungan seperti itu dibawa ke pernikahan?
Pasti salah satu harus ada yang mengalah, atapupun murtad.
Kalo tidak siap untuk murtad, lebih baik jauhi berhubungan dengan orang yang berbeda iman.

Jangan kalian bayangkan hubungan percintaanku mulus2 aja seperti yang tertampang di blog ini,
Tidak....
Aku pernah mengalami hal menyakitkan dalam percintaan juga.
Aku tau rasanya disakiti, aku tau rasanya putus cinta.
Aku tau sekali.

Ya, pernah.
Kejadiannya ya pas zaman kuliah juga.
Saat itu aku sudah mulai berniat serius jika aku punya pacar, tapi yaaa ternyata saat aku punya pacar pertama kali di masa kuliah, semua tidak berjalan mulus seperti yang kubayangkan dan harus berakhir.
Jadi ketika melihat kasus temen dan orang2 yang putus cinta, mereka mengatakan pasangannya berubah. Aku tau banget itu.
Aku tau rasanya itu.
Aku tau rasanya melihat orang yang kita cintai dan orang yang katanya "pernah mencintai" kita menjadi sangat berbeda. Menjadi orang yang tidak kita kenal.
Rasanya sih sakit sekali.

Patah hati itu ternyata sakit sekali kawan-kawan. Disakiti itu rasanya perih banget ternyata.
Bener kata lagu2 galau itu.
Tapi dari kejadian tersebut ada banyak hal yang aku pelajari.
Pertama, jangan pernah melihat seseorang dari fisik. Yaa, jujur orang yang pernah mematahkan hatiku tersebut penampilannya menarik alias ganteng.
Orang ganteng belum tentu ganteng juga hatinya. Carilah orang yang ganteng hatinya, fisik nomer sekian. #1

Kedua, jangan serahkan hatimu sepenuhnya kepada orang yang baru saja kau pacari.
Jadi kalo putus, rasanya gak sakit2 banget.
Pelajaran banget ni, kasusku baru 3 bulan pacaran, eh move on nya butuh setahun-an.
Jadi lama kan move on nya, abisan trauma sih sama laki-laki hehe :p

Ketiga, kejadian tersebut mengajariku untuk lebih hati2 memilih pasangan. Doakan dulu pasanganmu sebelum berpacaran dengannya. Aku bukannya tidak mendoakan pasanganku sebelumnya, tapi doaku masih doa2 kekanak2an. Aku masih berdoa memaksa. Padahal Tuhan mengatakan kita tidak boleh memaksakan kehendak kita kan? Paling penting, doakan "karakternya", bukan "orangnya " ! 

Keempat, jangan larut dalam kesedihan berlama-lama. Jangan menyia-nyiakan airmata dan waktumu untuk menangisi orang yang tidak menghargaimu.
Dia yang tidak menghargai cinta kita, tidak pantas untuk menerima cinta kita :)
Aku ingat banget ni kata2 kakak rohaniku, "kamu harus bertemu dengan orang yang salah dulu, sebelum bertemu orang yang tepat "
Yuppp...betul sekali, jadi berterima kasih lah kepada orang yang telah menyakitimu, berarti sebentar lagi kamu akan bertemu orang yang tepat :)

Kelima, jadikan kejadian tersebut menjadi cambuk untuk kita bertumbuh menjadi orang yang lebih baik.
Dan yakinlah, ketika kita menjadi orang yang lebih baik, kita pun akan bertemu dengan orang yang lebih baik pula. It's fact ! Ini bukan sekedar wacana, saya mengalaminya :)

Keenam, carilah pasangan yang menghormatimu, menerima kamu apa adanya, yang tidak menyuruhmu menjadi orang lain, yang bisa menuntunmu menjadi lebih baik, dan yang pastinya bangga memiliki kamu.
Ini penting ! Jika pasanganmu berani memperkenalkan kamu di depan teman2nya, apalagi orang tuanya, pacarilah dia hohoho,.

Ketujuh, terakhir dan yang paling penting. Bicarakan terlebih dulu apa tujuan kalian berpacaran. Jangan berpacaran tanpa tujuan. Ini yang sering menimbulkan masalah di belakang. Bicarakan rencana kalian ke depan dan apa cita2 kalian.
Apakah tujuan kalian sama? Apakah visi misi kalian sama?
Jika iyaaa, pacarilah dia.
Mungkin terkesan sangat berat, tapi ini sangat penting.
Kebanyakan dari kasus yang aku liat, pasangan mereka tidak memiliki tujuan yang sejalan lagi.
Dulu mungkin sejalan, tapi ke belakang, mulai tidak sejalan. Itu pentingnya evaluasi dlm berpacaran.

Yaaaa, itu ketika zaman mahasiswa.  Kita sudah mulai berfikir kedepan.
Tapi akankah sama ketika kita sudah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja?
Ternyata setelah memasuki dunia kerja, arti pacar pun mulai berubah lagi.
Yaaa, saya termasuk di dalamnya.
Kalo dulu zaman kuliah kita saling menyemangati untuk menyelesaikan kuliah masing2 ataupun saling support untuk meraih cita cita kita masing2. Setelah kita masing masing memiliki pekerjaan dan terpaksa harus berada di tempat yang berbeda karena karir kita masing-masing, apa yang terjadi?
Kita pasti tidak bisa memastikan harus bekerja di daerah yang sama, masing2 kita punya cita-cita dan masing-masing kita ingin mewujudkannya.

 Mungkin pada awalnya akan terlihat mudah, kita pada awalnya merasa kuat.
Saya juga begitu, saya juga masih anggota LDR loh pemirsa.
Gampang? Enggak. Berat? Banget !
Tapi kenapa bisa bertahan? Entahlah, aku sih merasa aku bisa bertahan bukan karena kekuatanku, tapi aku yakin dengan sangat Tuhanku yang maha dahsyat yang memberi aku kekuatan :)
LDR itu bukan hal yang gampang loh. LDR itu berat, banyak godaannya dan sangat rentan dengan yang namanya perselingkuhan, pertengkaran dan selisih paham.
Apa aku mengalaminya?
Pastinya, segala macam tantangan LDR sudah pernah aku rasakan, bahkan sampe yang tidak bertemu selama setahun juga sudah aku rasakan.
Apalagi pasangan tidak bisa datang waktu wisuda kita,,wahhh itu lebih menyakitkan lagi.
Udah setahun gak ketemu, pas wisuda gak bisa datang pulak.
Marah? Ya, emosi? Apalagi.
Tapi mau gimana, itulah tantangannya.
Kalau menyerah, rasanya sia sia perjuangan kita bukan?
Terus gimana menghadapinya?
Akupun gak tau gimana caraku menghadapinya, aku hanya bermodalkan percaya saja dan pastinya berserah kepada yang di atas.
Kalo emang kami berjodoh, pasti akan bertemu di hari yang baik.
Puji Tuhan akhirnya bisa bertemu beberapa hari setelah wisuda.

Oke..jika untuk tantangan ini bisa dilewati, apa selanjutnya?
Haii kamu para pria, berhati hatilah kepada wanita yang kamu pacari, ketika dia sudah bekerja.
Bersiap siaplah untuk ditodong pertanyaan, "mau dibawa kemana hubungan ini? alias kapan kamu melamar aku? "
Ini adalah fase-fase terberat dalam hubungan berpacaran.
Aku pun sedang berada di dalam fase itu sekarang.
Beberapa pasangan yang putus di tengah jalan itu, termasuk temanku, gagal di fase ini.
Mereka menyerah ketika berada di fase ini.
Ketika sang wanita mulai mempertanyakan tindak lanjut hubungan mereka, ternyata sang pria punya pandangan yang berbeda. Mereka mulai menunjukkan perbedaan tujuan. Kebanyakan dari kasus yang kulihat, pria pria tersebut masih belum mau memikirkan hal hal yang bersifat serius seperti pernikahan.
Yaaa...mereka takut, dan menurut mereka, hal itu masih terlalu jauh.
 Dengan alasan yang menurutku klise sekali, merasa belum mapan, merasa terlalu muda, merasa belum siap.
Heiiii...sadarkah kalian wahai pria, berapa sekarang usia wanitamu?
Usia kami sudah 24 tahun ini, apakah aneh jika seorang wanita yang berusia demikian menanyakan kepada pasangannya kapan akan dipersunting oleh prianya?
Aku rasa itu wajar, pemerintah saja menganggap wanita yang pantas menikah itu minimal berusia 21 tahun.
Kami sudah lewat 3 tahun broh...
Apalagi menurut wanita modern zaman sekarang, usia 25-27 adalah waktu yang pas untuk menikah.
Jangan sampai lebih dari usia 30 tahun.

Tahukah para pria kenapa?
Kami para wanita bukannya ingin buru-buru menikah, tapi taukah kalian kalau rahim perempuan itu tidak sekuat yang kalian bayangkan?  Wanita hanya punya waktu sedikit sampe dia melahirkan untuk yang terakhir kalinya., minimal sebelum berumur 40 tahun. Karena melahirkan diatas umur 40 tahun terlalu beresiko untuk kami para perempuan.
Tidakkah kalian memikirkan itu?

Wanita itu memang cenderung berpikirnya jauh ke depan, kalo kata lainnya..wanita lebih cepat dewasa daripada pria. Ini juga lah salah satu alasanku untuk berhubungan dengan pria yang lebih tua dariku.
kenapa?
Karena setidaknya, pria tersebut bisa mengimbangi cara berpikirku.
Atau jika sedang ada masalah, akan ada yang bisa menenangkan dan mengambil keputusan dengan bijak, coba kalo seumuran? egonya cenderung sama. Akan sulit menyelesaikan permasalah yang ada, pasti susah untuk mengalah.
Memang sih, umur bukan patokan dewasa atau tidaknya seseorang, tapi secara umum, umur bisa dijadikan acuan. Iya kan?
Dan salah satu keuntungan berpacaran dengan yang lebih tua lagi adalah (menurutku/pengalamanku loh ya )
Si pacar minimal sudah bekerja duluan sebelum kita, jadi minimal sudah lebih mapan daripada kita.
Ketika kita baru memulai karir, dia sudah berada di depan kita.
Hal ini penting menurutku,
Karena kasus temanku yang putus juga ini merupakan salah satu alasannya.
Sang wanita sudah bekerja, sementara sang pria sedang melanjutkan pendidikannya di S2. Memang tidak ada yang salah dengan pilihannya. Yang salah adalah ketidak percayaan diri sang pria, dimana dia mengatakan dia merasa tidak pantas untuk wanitanya, karena sang wanita sudah bekerja sedangkan sang pria masih  kuliah.
Disinilah letak pola pikiran yang berbeda tersebut, disinilah akar dari perbedaan tujuan tersebut.
Sang wanita dengan setia akan menunggu sang pria, akan tetapi sang pria malah menyerah.
Sudah beda tujuan.

Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan setelah pasangan memiliki tujuan yang berbeda.
Begitulah kata mereka. Lebih baik mengakhirinya sekarang daripada nanti, akan lebih sakit lagi.
Dan setelah para wanita ini mengakhiri hubungan mereka, kali ini mereka lebih realistis lagi.
Heiii, para pria, ketahuilah prinsip wanita yang sudah mandiri alias bekerja..
Pria yang mengajaknya "jadian" akan kalah dengan pria yang mengajaknya "menikah"
Meskipun wanita itu sangat perasa, tapi ingat, wanita di usia seperti kami tidak selemah itu.
Cara berpikir wanita karir juga sudah jauh berbeda.
Cinta bukan lagi segalanya.
Bahkan temenku yang patah hati kemaren berkata seperti ini, "aku mau menikah dengan orang yang mencintaiku. Aku akan menikahinya, meski aku tidak mencintainya. Karena lebih baik dicintai, daripada mencintai, cinta bisa datang ketika aku hidup bersama sama dengannya "
Wow, luar biasa bukan?
Jadi hei kamu para pria2 pengecut, yang terlalu takut dan bahkan tidak percaya pada diri sendirinya, siap2lah menyesal telah melepaskan wanita yang luar biasa.
Begitulah, percintaan itu memang rumit.
Cinta itu tak semanis ftv2, tak seindah lagu2 cinta.

Masih ada beberapa contoh kasus lain sih, tapi sebagian besar kasus yang ku lihat, mereka semua menyerah pada fase ini.
Fase dimana keseriusan mulai dipertanyakan.
Fase dimana para pasangan mulai berpikir akan dibawa kemana hubungan mereka.
Fase dimana pernikahan itu sudah harus dibicarakan.
Fase terberat dalam suatu hubungan berpacaran menurutku.

Yaaa, aku dan pasanganku juga sedang berada di dalam fase tersebut.
Aku pun sudah mempertanyakan pertanyaan di atas kepada pasanganku.
Dan aku bersyukur ketika pasanganku tidak kabur saat aku menanyakan pertanyaan itu.
Awalnya kami juga sempat berbeda pendapat mengenai ini, tapi untung tidak sampai menyerah.
Kami masih bisa menyamakan pendapat kami.
Ke depan masih akan ada banyak tantangan lain menunggu kami.
Kami tau sekali itu.
Aku hanya berdoa dan berharap, semoga kami kuat.
Semoga kami dimampukan oleh Tuhan kami.

Aku tidak mengatakan bahwa aku dan pasanganku adalah pasangan yang sempurna.
Tidak, kami sangat jauh dari sempurna malah..
Aku juga belum bisa memastikan kalau dia adalah fix jodohku.
Toh, aku belum dilamarnya juga kan?
Kami belum terikat.
Kami hanya sedang memegang komitmen yang dulu telah kami sepakati.
Kami hanya bisa menyerahkan semua kepada Tuhan kami.
Semuanya, hubungan ini dan rencana kami.













Comments

Popular posts from this blog

Martumpol 01082015

Promil part 3 (Profertil & Suntik Ovidrel)

Promil Part 1 (USG Trans V, Profertil dan Metformin)