Dia yang ku kasihi

Dia..
Lelaki yang kukasihi,
Lelaki yang mengisi hari hariku selama kurang lebih 56 bulan ini.
Lelaki biasa yang sederhana,
Lelaki yang mengenalkan aku arti mengasihi yang sebenarnya.

Dia.
Novi Lestu Lamtangkas Binoto Sibagariang,
Dia kekasihku,
Yang akan segera menjadi suamiku 3 bulan yang akan datang,

Tidak pernah menyangka kami akan berada pada tahap ini.
Kami berasal dari provinsi yang sama, tapi tak pernah bertemu.
Justru bertemu ketika kami sama sama menimba ilmu di pulau Jawa.
Semarang, Kota yang mempertemukan kami.

Menjadi mahasiswa baru di kota yang jauh dari tanah kelahiran,
Penuh dengan tantangan.
Bersyukur menemukan banyak keluarga dan saudara baru di gereja dan di kampus.
Dia 2 tahun lebih dulu menimba ilmu daripada aku.
Sejak berada pertama kali di Semarang, mungkin kami sudah pernah bertemu.
Tapi aku tidak kenal dia.
Aku belum pernah secara khusus berkenalan dengan dia.
Dan tidak ada yang menarik yang mengharuskan aku harus berkenalan dengannya.
Dia...terlalu biasa.
Dia tidak mencolok di antara para senior senior lainnya.

Masa masa awal kuliah, ku isi dengan aktif di berbagai kegiatan kampus dan gereja
Kemudian, beberapa abang senior mulai mendekati aku,
Aku semakin menikmati bahwa aku spesial, aku populer.
Apalagi salah satu idola diantara kami mahasiswa baru, mulai mendekati aku.
Lelaki tampan yang merupakan pembimbingku saat orientasi anggota baru di gereja.
Tak butuh waktu lama untuk menerima ajakannya menjadi pasangan kekasih.
Dan aku merasa sudah mendapatkan  apa yang aku inginkan.
Aku menutup mata untuk pria pria lain.

Akan tetapi semua tidak seindah yang aku bayangkan.
Hubungan itu kandas di tengah jalan. Bahkan di saat usia hubungan yang belum seumur jagung, hanya bertahan 3 bulan.
Aku kecewa, aku tersakiti.
Untuk pertama kalinya aku merasa sangat disakiti.
Aku menutup hatiku untuk siapapun, aku membenci laki laki.
Aku mengurangi aktivitasku di komunitas pemuda gereja, karena tidak ingin melihatnya lagi.
Aku  menyibukkan diri dengan aktivitasku di organisasi rohani kampus.
Dan aku berjanji di dalam hati, akan memperbaiki hati setahun ke depan.
Dan aku akan mengunci hati untuk siapapun.
Aku ingat persis, itu Mei 2009.

Setahun menata hati, bukan berarti tidak ada gangguan.
Hati masih sering bolak balik galau.
Beberapa lelaki juga ada yang mencoba mendekati.
Tetapi hatiku masih sangat tertutup rapat.
Aku terlalu takut untuk memulai kembali, aku takut disakiti lagi.

Setahun kemudian setelah kejadian itu, aku bersiap untuk memulai hidup baru.
Aku sudah memenuhi janjiku.
Setahun sudah berlalu, aku sudah mengikhlaskan semua, aku siap menjadi wanita baru.
Aku siap berbahagia kembali.
Mei, 2010.

Meski kegiatanku di organisasi pemuda gereja berkurang, tapi ada satu komunitas yang tidak bisa aku tinggalkan.
Ogung..
Nama buletin pemuda gereja
Aku bergabung menjadi salah satu anggota pencari berita di redaksi itu.
Dia...
Salah satu tim artistik/layout untuk buletin kami.

Aku sering nongkrong di sekre kami.
Tapi jarang bertemu dia.
Kami satu organisasi, tapi jarang bertemu.
Di rapat pun jarang.
Mungkin karena letak kampus kami yang berjauhan,
Atau juga karena letak jam kerja kami yang berbeda.

Saat kami bertemu pun, aku tidak melihat sesuatu yang menarik dari dia.
Penampilannya sangat biasa.
Bukan tipe lelaki yang akan ku jadikan pacar.
Rambutnya berantakan, saat itu masih gondrong.
Aku tidak suka penampilannya,

Sampai suatu saat, ketika pulang dari sekre dia mengantarkan aku pulang.
tradisi mengantarkan pulang bagi tim kami adalah hal yang biasa.
Tidak ada yang spesial.
Karena itu adalah kewajiban anggota pria untuk mengantarkan anggota wanita.
Aku melihat sesuatu di tasnya.
Gantungan kunci berwarna hijau.
Mungkin karena saat itu aku sedang tergila gila dengan warna hijau, aku spontan memintanya.
Dia menolak,
Aku sedikit memaksa, alhasil gantungan tersebut putus di tanganku.
Aku merasa bersalah dan meminta maaf.

Akan tetapi rasa bersalahku rupanya cukup besar.
Aku kembali mengiriminya pesan singkat untuk meminta maaf.
Kejadian gantungan kunci hijau yang fenomenal.
Menjadi awal aku berkomunikasi dengannya.

Aku mulai dekat dengannya,
Aku mulai penasaran dengan sikap pendiamnya.
Aku yang populer, dimana orang2 selalu ingin berbicara denganku.
Aku yang periang, yang selalu suka berbicara dan beramah tamah dengan orang lain.
Tapi kenapa dia selalu bersikap biasa saja di dekatku?
Dia tidak tertarik denganku?

Dia..
Laki laki biasa itu, sudah menarik perhatianku.
Aku penasaran dengan sikap pendiamnya.
Dan sepertinya ada yang berbeda dengan dirinya dibanding lelaki lain yang kutemui.
Dan belakangan kuketahui, dia juga penasaran denganku.
Kenapa aku cukup berani menyapanya, disaat wanita2 lainnya tidak terlalu memperhatikan kehadirannya.
Gotcha...!!!
Siapa yang tau rencana Tuhan bukan?

Dan 5 bulan kemudian,
20 September 2010.
Setelah pendekatan hampir setengah tahun.
Dia, mengajakku berkomitmen untuk menjadi pasangannya.
Satu hal yang sangat aku ingat dan syukuri adalah :
Dia tidak sekedar mengajak aku berpacaran.
Dia mengatakan seperti ini :
"Maukah kamu berkomitmen untuk jadi pasangan aku? "
Aku selalu mengingat kata kata ini sampe sekarang.
Dan aku sangat menyukai kata kata itu.

Yes, dia orangnya.
Dia yang berani mengajakku berkomitmen.
That's all i need.
Kata-kata itu yang cukup meyakinkan aku untuk sepakat sama sama berkomitmen menjadi pasangan.
Setelah sebelumnya juga sudah banyak berdoa untuk hubungan kami.

Hubungan kami mungkin tidak seindah orang lain yang saat baru pacaran, sedang dalam masa indah2nya.
Bisa bertemu setiap hari, atau minimal malam mingguan bersama. Kami tidak bisa seperti itu.
Kami mulai berpacaran, saat dia baru saja  lulus kuliah. Dan dia sedang dalam masa pencarian pekerjaan.
Sementara aku masih jadi mahasiswa semester 4.
Saat itu, mungkin aku terlalu berani untuk mengambil resiko berpacaran dengan lelaki yang belum tau akan tinggal dimana dan belum tau dia akan keterima bekerja dimana.
 Entah apa yang aku pikirkan saat itu,
Aku hanya merasa, aku yakin padanya.

Aku masih kuliah setiap harinya.
Sementara dia sibuk interview kemana mana, bahkan sering keluar kota.
Tidak banyak waktu yang bisa kami lalui bersama, karena dia lebih sering keluar kota.
Sampai akhirnya, dia memutuskan untuk pulang ke Sumatra pada Desember 2010.

Baru 3 bulan pacaran, itupun ketemu gak terlalu sering dan harus bener bener ditinggalkan jauh.
Entah kenapa, lagi lagi saat itu aku juga yakin sama dia.
Aku yakin dia akan kembali, meski dia juga berkata, dia tidak tau kapan kami bisa bertemu lagi.

Satu persatu Tuhan jawab doa kami.
Di bulan januari/februari dia keterima bekerja di Bekasi.
Aku bersyukur Tuhan beri kami jalan untuk sepulau lagi.
Dia beberapa kali mengunjungi aku di Semarang.

Sampai pada sekitar pertengahan tahun 2011, dia keterima bekerja di salah satu BUMN perminyakan ternama di negeri ini. 
Puji Tuhan berkat terus mengalir, akan tetapi berita sukacita ini juga menjadi salah satu kendala besar bagi kehidupan kami.
Di satu sisi aku bersyukur dia mendapat pekerjaan yang lebih baik, di satu sisi aku sedih karena harus berpisah dan kemungkinan tidak akan bertemu dengannya setahun ke depan. Karena dia akan mengikuti proses training selama setahun, tidak bisa kemana mana selama setahun, dan baru bisa dapat cuti setahun berikutnya.
Bisa dikatakan, dia tidak akan bisa bebas kemana mana selama 2 tahun ke depan.
Tapi mau gimana lagi, aku harus mendukungnya.
Lagi lagi, aku yakin kepada dia.
Aku yakin kami kuat.

Setahun kami lewati tanpa bertemu sama sekali. Bahkan ada saat saat, dia tidak bisa menghubungiku sama sekali selama sebulan penuh, karena proses trainingnya.
Berat?
Berat sekali...
Apalagi saat saat tersebut adalah saat saat aku sedang menjadi mahasiswa tingkat akhir. Aku sedang dalam penyusunan skripsi. Aku sedang butuh dia.
Kami hanya berkomunikasi via telepon, itupun paling seminggu sekali.
Meski begitu, aku masih yakin dia akan hadir pada wisudaku nanti.

Masalah selesai?
Belum...
Hal yang menyakitkan lagi adalah, dia tidak bisa datang saat wisudaku Juli 2012, padahal dia sedang ada di Jakarta.
Dia sedang mengikuti tes akhir sebelum pengangkatan jadi karyawan tetap.
Aku meminta dia memberi sedikit waktunya untukku.
Lagi lagi tidak bisa.
Sedih?
Sangat.

Aku melalui wisudaku lagi lagi tanpa dia.
Meski begitu, aku bersyukur dia masih tetap memberi perhatian untukku.
Dia mengirimkan sebuket bunga melalui adik kosku.
Dia...memang dia tidak romantis, tapi dia selalu berusaha menunjukkan kalau dia mengasihiku.
Mengirimi aku bunga dan cokelat, meski dari jauh.
Mengirimi aku kado, meski harus minta tolong melalui adik kosku.
Ahhh, dia selalu bisa membuatku melting.

Akhirnya dia bisa datang ke semarang, 2 hari setelah aku wisuda.
Meski aku bete, tapi aku bersyukur dia tetap berusaha menemuiku.
Dia kukenalkan kepada mamaku,
Dan juga mengenalkannya kepada keluargaku, saat mengantarkan aku pindah dari semarang ke Jakarta.

Setelah masa masa menunggu itu, aku merasa Tuhan mulai memberi kami kemudahan kemudahan.
Dia mulai bisa sering dinas keluar kantor. Dia selalu berusaha menyempatkan diri mengunjungiku jika sedang di Jakarta, bahkan jika keluar kota yang jauh pun, dia selalu berusaha menyempatkan singgah di Jakarta dulu.
Oh iya, dia akhirnya mendapatkan penempatan di kota Dumai, kota kecil di provinsi Riau.
Kota yang sederhana dan jauh dari kata glamour layaknya Jakarta.
Aku yang mulai bekerja dan terbiasa dengan kehidupan Ibukota mulai merasa resah, takut tidak akan sanggup di kota kecil itu, bila suatu saat aku menikah dengannya.

Kami melalui hubungan ini dengan banyak up and down. Banyak perselisihan, pertengkaran bahkan salah paham.
Resiko LDR memang begitu,
Setiap ada masalah, kami hanya bisa menyelesaikannya lewat telpon ataupun chat.
Tidak banyak yang kami bisa lakukan.
Hanya bisa banyak berdoa dan banyak bersabar.

Aku banyak bersyukur punya dia.
Dia yang selalu berusaha meluangkan waktu mendengar keluh kesahku.
Mungkin dia tidak selalu bisa hadir di sisiku ketika aku sedang sangat butuh dia.
Akan tetapi, kesediaannya mendengarkan ceritaku sudah sangat cukup untukku.
Semangatnya untuk selalu berusaha bertemu denganku, membuatku kagum.
Niatnya yang berjanji akan selalu mengunjungiku setiap 3 bulan sekali, membuatku meleleh.
Mungkin pasangan lain bisa bertemu setiap minggu, bahkan setiap hari.
Akan tetapi bertemu 3 bulan sekalipun sudah membuatku bahagia,
Karena aku tau, setiap hari dia berusaha menunjukkan kasihnya padaku.

Dari dia aku belajar banyak tentang bersabar.
Dia mengajariku, bahwa mengasihi itu berarti memberi, bukan hanya menerima saja.
Dari dia aku belajar banyak.

Aku bersyukur Tuhan memberi aku banyak berkat melalui dia.
Ada saat aku sedang berada di posisi terbawahku. Aku terjatuh, aku merasa duniaku runtuh, aku merasa tidak akan ada orang yang bisa menerima kondisiku saat itu.
Tapi dia ada disisiku, dia menerimaku, dia mengasihiku, dia mendukungku.
Ahhhh...lelaki macam apa lagi yang kamu cari veli? He is the answer for your pray, right?

Ya, aku tidak salah pilih.
Dia...lelaki biasa yang sederhana,
Yang bisa mengasihiku dengan segenap jiwanya.
Yang bisa meluluhkan ego dan keras kepalaku.
Yang mampu membuatku tunduk dan merelakan masa depanku untuk bisa bersamanya.
Yang membuatku rela meninggalkan kehidupanku yang sekarang, demi bisa bersamanya.
 Dia, bahagiaku.

Saat ini kami sedang bersama sama berjuang menuju pernikahan,
Benar kata orang orang, banyak sekali cobaan bagi pasangan yang akan menikah.
Ada banyak rintangan yang menghalangi niat suci ini.
Bahkan pertanyaan, benarkah pilihanku ini? sering bermunculan.
Tapi itulah proses,
Semua harus dijalani,
Banyaknya rintangan adalah ujian untuk setiap hubungan.
Hasilnya adalah tergantung dari seberapa kuat pasangan itu melewati badai bersama sama.

Jujur, di persiapan pernikahan kami ini banyak hal yang terjadi.
Banyak goncangan yang melanda.
Tapi aku bersyukur, Tuhan Yesus masih menguatkan kami, Tuhan Yesus masih memberi kami kesempatan bersama sama, memberi kami kesempatan memperbaharui diri kami.
Kami belajar untuk lebih baik.

Terlebih aku.
Aku banyak belajar melalui proses ini.
Aku menyadari bahwa banyak hal buruk yang masih harus kuperbaharui dalam diriku.
Aku mau berubah menjadi lebih baik.
Untuk Tuhan, untuk pasangan , untuk orangtua dan orang lain.
Aku ingin berguna.
Aku ingin hidupku bermakna bagi orang lain.

Kedepan akan masih ada banyak lagi tantangan,
Apapun yang terjadi, tetaplah bersamaku abang...
Semoga Tuhan berkenan memberi kita hidup yang panjang.
Agar kita bisa sama sama menjadikan hidup kita lebih berarti.

Dia yang aku kasihi,
Terima kasih telah menemaniku selama 56 bulan ini.
Tetaplah bersamaku sampai tahun tahun berikutnya.
Aku mengasihimu abang.



Your Lover,

Veli



Comments

Popular posts from this blog

Martumpol 01082015

Promil part 3 (Profertil & Suntik Ovidrel)

Promil Part 1 (USG Trans V, Profertil dan Metformin)