Flashback Desember (Part 1 2007)

Haiii blog..apa kabar?
Long time no see..
Ini udah bulan desember loh.
Yeaayyyy..welcome desember.
Wow...udah desember aja yaaa,
Udah penghujung tahun 2013 aja, gak nyangka tahun 2013 hampir usai.
Berdoa semoga bulan ini jadi bulan penuh berkat, bukan tangisan lagi.
Sejenak merenung dan mengingat apa yang terjadi desember 6 tahun yang lalu, 3 tahun yang lau dan berpikir apa yang akan terjadi pada tahun ini?

6 tahun yang lalu, Desember 2007. Saat itu aku masih di rumah, masih SMA, saat itu adalah natal pertama bagiku tanpa Bapak, yang telah meninggalkan kami untuk selamanya pada bulan Juni sebelumnya.
Rasanya sulit melewati hari2 tanpa Bapak, karena terlalu banyak hal dan waktu yang kuhabiskan bersama Bapak.
Yupppp, aku adalah anak kesayangan Bapak. Semua orang di rumah tau itu, mama tau itu dan adikku juga tau itu. Dan aku juga tau, betapa adikku Lukas adalah anak kesayangan mamaku, aku tau banget itu.
Karena itu, kehilangan sosok yang ku hargai dan ku kasihi dengan sepenuh jiwaku membuatku hancur lebur, hampir tak kuasa aku menahan tangis. Hanya bapak yang bisa mengerti aku, hanya Bapak yang bisa membuatku layaknya Putri yang sangat berharga.
Mama, aku sayang mama, tapi saat itu aku terlalu sering berselisih pendapat dengan mama, karena aku merasa Mama itu kepunyaan adek, dan Bapak adalah kepunyaanku. Aku tidak akan terlalu pusing memikirkan hal itu, selama aku masih punya Bapak.
Tapi, ternyata Tuhan berkehendak lain.

Hari yang kutakutkan sejak masa kanak kanak terjadi juga. Doaku sejak kanak2 untuk pertama kalinya tidak di kabulkan olehNya.
Aku selalu takut kehilangan beliau setiap dia mengeluhkan sakitnya, setiap dia kembali dirawat di Rumah Sakit yang sudah seperti rumah kedua baginya.
Aku selalu berfikir dia akan meninggalkan kami saat penyakit beliau kumat.
Aku selalu mendoakan agar Tuhan jangan memanggilnya saat itu juga, dan biasanya Tuhan selalu mengabulkannya.
Akan tetapi, ternyata semua ada batasnya, semua ada waktunya. Doaku hanya menunda, bukan menghentikan.
Yaa..hari kehilangan itu pun tiba,
Hari kepergiannya pun datang,
Masih jelas di ingatanku, hari itu adalah hari pengumuman kelulusan adikku dari SMP. dan saat itu Bapak baik2 saja, tidak ada keluhan yang berarti.
Mama yang berangkat ke sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan sekolah adikku, dan aku berpapasan sama mama di Jalan, mama hanya menyampaikan pesan untuk merendam pakaian Bapak di kamar mandi. Tumben2an mama nyuruh aku nyuci pakaian Bapak, biasanya juga Mama nyuciin sendiri.
Sorenya, mama pulang dengan kabar bahagia, adikku lulus SMP. Kami merayakannya dengan bakmi favorit kami. Mama selalu membelikan bakmi favorit kami, setiap kami ada acara spesial.

Malamnya, aku di ajak oleh salah seorang temanku untuk mengikuti latihan koor (paduan suara) di gereja dekat rumahku.
Aku berpamitan kepada Bapak yang sedang duduk di teras, di kursi favoritnya, dengan kebiasaannya membaca koran dan majalah. Aku menyadari hobi bacaku turun dari beliau.
Saat itu aku sama sekali tidak melihat ada yang aneh atau apapun, aku hanya berpamitan ke gereja dan beliau hanya mengatakan "jangan pulang lama2 yaa"
Hanya itu, dan aku tidak menyangka, itu adalah nasihat terakhir yang akan kudengar dari beliau, ternyata itu adalah percakapan terakhirku dengan beliau.
Aku mengikuti latihan koor, dan di sela-sela latihan, aku tiba2 di panggil oleh kakak pelatih dan mengatakan ada orang yang sedang menungguku di depan. Aku bergegas ke depan, dan melihat seorang adik yang ku panggil Riama (adik tetanggaku) yang sering bermain bersamaku dan adikku (dia sebaya dengan adikku) ke rumahku. Dia melambai2kan tangannya, dan aku bergegas menemuinya.
Dia terlihat pucat dan dia mengatakan aku harus segera pulang saat itu juga, dia mengatakan Bapak terjatuh.
Yaa, dia hanya mengatakan Bapakku terjatuh dan aku harus segera pulang. Sontak, jantungku berdegup kencang..apa sudah waktunya Tuhan?
Aku berlari kencang menuju rumahku yang tidak terlalu jauh dari gereja, aku bahkan lupa mengajak adik itu, aku meninggalkannya di belakang.
Aku melihat dari kejauhan pintu depan rumahku terbuka, hmmm ada yang tidak beres, pintu depan rumahku jarang terbuka, apalagi malam hari, kecuali ada tamu.
Aku sampai di dalam rumah, aku masuk ke ruang tengah, terlihat ramai, beda dengan saat aku pergi ke gereja, hanya ada mama, adek dan bapak. Kulihat Bapak terbaring di tengah, di sampingnya terduduk mamaku. Adikku berdiri di pojokan, di samping bapak ada beberapa tetanggaku dan ada sesosok Pak Pendeta juga disana. Ada apa ini?
Aku melihat ke arah dada Bapak, masih berdetak, akan tetapi nafasnya tersengal2, rasanya sesak sekali melihat beliau bernafas.
Aku masih bingung dengan semua keadaan itu, dan aku hanya patuh saja ketika Pak Pendeta mengajak kami berdoa, dan saat itu aku berontak dengan isi doa Bapak Pendeta. Dia berdoa supaya Tuhan segera memanggil Bapakku. WTF !!!
Apa maksudnya? Bapakku mau mati? Sembarangan !!
Entah kenapa, saat itu air mataku belum turun, aku belum menangis. Ada apa ini? Biasanya bapak terlihat kesakitan saja, udah membuatku nangis diam2.
Usai berdoa, keadaan Bapak masih sama, nafasnya tersengal sengal, beliau sudah tidak bisa diajak ngobrol, ucapannya tidak jelas lagi.
 Banyak pertanyaan muncul di kepalaku, bagaimana bisa bapakku jatuh?
Jikapun dia jatuh, kenapa jatuh terpeleset bisa menyebabkan orang sekarat seperti itu? Kenapa bukannya kakinya terluka atau gimana, dan kenapa tidak ada salah satupun yang ada di rumah itu berinisiatif membawa Bapak ke rumah sakit? kenapa malah memanggil pendeta dan berdoa penyerahan?
Apa yang ada di pikiran orang orang ini?

Tiba2 badan Bapak terguncang hebat, mama di sampingnya langsung mendekat, dan meletakkan kepala Bapak di pangkuannya. Mama berbisik di telinga Bapak, mama menyanyikan sebuah lagu rohani di telinga Bapak, sebuah lagu yang sering aku dengar di nyanyikan saat upacara kematian. Aku kurang tau judul lagu itu, bahasanya bahasa batak, sebagian isi liriknya yang kutangkap berbunyi demikian "nunga luja au o Tuhan, rade ma baen inganan ki" yang artinya, "aku sudah lelah Tuhan, siapkan lah tempat untukku disana"
Melihat kejadian itu, baru air mata mulai membanjiri pipiku, apa2an ini Tuhan?
Tuhan, kenapa aku harus menyaksikan peristiwa seperti ini? Aku masih belum menyangka semua itu nyata. Masih banyak pertanyaan di benakku.
Akhirnya aku masuk ke dalam kamar, aku menangis disana, aku gak sanggup rasanya melihat Bapakku sekarat seperti itu.
Aku juga ingin menenangkan perasaanku sejenak, dan aku juga merasa badanku sangat lemah, rasanya tulang2ku rontok, aku gak sanggup berdiri.
Suasana di depan masih rame, bapakku ditungguin oleh Mama dan beberapa tetangga. Entah apa yang kami tunggu. Aku mendengar sayup2 ternyata, mama dan tetanggaku menawarkan untuk Bapak dibawa ke rumah sakit, akan tetapi selalu ditolak pakai gelengan kepala oleh Bapak. Ini lah hal yang aneh menurutku, biasanya Bapak tidak pernah menolak di bawa ke rumah sakit, bahkan terkadang beliau minta sendiri untuk dibawa ke rumah sakit, saat beliau merasa tidak tahan lagi.
Tetapi kenapa kali ini, Bapak malah menolak ya?

Entahlah, aku juga merasakan ada hawa yang tidak enak di rumah saat itu. Belum lama aku merebahkan diri di kasur, tiba2 kudengar teriakan melengking dari ruang tengah. Itu suara mama, suaranya makin lama makin keras dan semakin menggebu gebu.."Pak..Bapak, bangun Pak" !! Brulang ulang.
Sontak aku kaget dan langsung berlari ke ruang tengah,
Aku melihat mama dan para tetanggaku sedang mengguncang2 tangan Bapak, dan refleks aku juga ikut.
Saat itu badan Bapak masih hangat, aku masih sempat merasakan denyut nadi terakhirnya, dan aku sempat berfikir Bapak hanya tertidur, ato ini pasti hanya kesalahan.
Aku masih menganggap, pasti Bapak pasti bangun habis ini.
Tapi ternyata badannya diam saja, sudah tidak ada lagi helaan nafasnya yang berat, matanya terbuka tapi tidak melihat apa2.
Tuhan, inikah waktunya?
Menangiskah aku?
Aku ingin menangis, tapi entah kenapa air mataku rasanya berat sekali untuk keluar, apa karena aku masih terlalu shock dengan semua ini? Terlalu kaget, dan aku bingung dengan apa yang kulihat di depan mataku?
Semua itu seolah sebuah mimpi, seperti bukan kenyataan, seperti drama yang sering kulihat di TV, bedanya aku turut jadi pemerannya. Berkali kali kucubit tanganku, sakit.
Aku seperti orang bingung saat itu, aku tidak tahu harus berbuat apa.

Aku menyaksikan adikku yang sibuk menelpon keluarga, aku menyaksikan mama yang sibuk membereskan rumah, rumah kami di buka lebar, sekat penghubung ruang tamu dan ruang tengah dibuka, kursi2 digeser dan diangkut keluar, pemuda dari gereja sudah ada di dalam rumahku dan mereka membantu bapak2 memandikan jenazah bapak, mama sibuk mencari pakaian Bapak, kemudian bidan sudah datang dan siap menyuntikkan formalin ke badan Bapak. Nah aku?
Aku berdiri bengong melihat semua itu, aku duduk di pojokan menyaksikan kesibukan mereka semua.
Orang orang berlalu lalang di hadapanku tapi aku tak menggubrisnya, aku tidak tahu harus melakukan apa.
Aku bingung, ada apa ini?
Bapakku mati?
Terus?
Bahkan ada ibu2 yang bilang sama aku, nanti aja nangisnya, sekarang beres beres dulu aja.
Apa? Aku semakin bingung.
Entahlah, aku benar-benar menjadi orang yang sangat bego saat itu, aku hanya diam dan duduk saja memandangi orang-orang sibuk di hadapanku. Apakah aku terguncang begitu kuatnya?
Mungkin.

Yaaa, saat itu adalah masa2 yang berat bagiku, aku harus kehilangan salah satu belahan jiwaku. Bapak.
Bapak yang selalu menemaniku belajar sampai larut malam, bapak yang selalu mau pijitin kakiku setiap malam sebelum tidur, bapak yang selalu berdiskusi bersamaku mengenai kejadian2 di tivi, bapak yang dalam semalam bisa 2 kali mengecek dan memperbaiki selimutku, bapak yang bahkan rela mencuci piring ketika aku bilang aku pusing saat pulang sekolah, bapak yang sering melebihkan uang jajanku dan bilang "jangan kasih tau adek" , bapak yang sering mengajakku bernyanyi lagu2 daerah bersama, bapak yang pernah aku suruh beliin aku obat jerawat, bapak yang selalu aku minta untuk menemaniku ke kamar mandi belakang, bapak yang bisa aku bangunin tengah malam saat aku tidak bisa tidur, bapak yang terkadang aku kagetkan dengan tiba2 melompat ke pundaknya, bapak yang sering memasakkan aku telor dadar pake merica, bapak yang selalu membelikan aku buku dan majalah kemanapun dia pergi.

Yaaa, dia Bapak yang sempurna.
Bahkan aku terlalu mencintainya, sampai aku sangat suka tidur siang di kamarnya, sangat suka berbincang di halaman belakang dengannya, menyaksikannya membersihkan rumput2 di halaman belakang dan aku duduk mandanginya, bapak yang serba bisa, bisa memperbaiki apa pun, dan sangat pintar.
Mungkin bapakku tidak sesempurna bapak2 yang lain, karena selama hidupku yang kutau beliau sakit2an, tapi bapak selalu berusaha tidak menunjukkan kalau dia sakit, dia luar biasa.
Bapakku sempurna, aku paling menyukai tatapan matanya, kelembutan suaranya, dan aku paling tidak bisa dimarahi olehnya. Pasti hatinya akan cepat luluh melihat air mataku.
Tetapi kenapa dia tak lagi luluh saat aku menangis kencang di sampingnya? Kenapa dia tak lagi mengulurkan tangannya untuk mengusap air mataku saat aku menangis di hadapannya?

Ya, semua sudah suratan takdir dari sang Pencipta.
Aku berusaha keras untuk kembali bangkit, hidup masih harus terus berlanjut. Ternyata aku masih punya keluarga. Aku masih punya mama dan adik.
Kami harus melanjutkan hidup,
Aku berharap semoga kedepannya hidup kami menjadi lebih baik.
Dan Desember tahun 2007 menjadi tahun pertamaku natal tanpa kehadiran seorang ayah.
Saat itu terasa sangat kekosongan itu.
Acara Natal tak lagi berkesan untuk yang pertama kalinya.
Natal menjadi sesuatu hal yang menyakitkan bagiku.
Menyakitkan saat dimana keluarga lain berkumpul bersama, keluargaku sudah cacat.
Tidak lengkap lagi.
Aku iri dengan orang2 yang masih memiliki ayah.
Betapa aku ingin bersama dengan Bapak saat natal.
dan Natal berlalu begitu saja, tanpa ada kesan apa apa.

Aku mulai membiasakan diri untuk menjadi wanita tegar dan kuat
Aniway ...aku share ini bukan untuk membuat siapun yang membaca blog ini menangis.
Justru aku ingin menyampaikan, bahwa Tuhan itu baik. Rencananya selalu rancangan damai sejahtera. Setiap peristiwa dalam hidup kita, pasti selalu ada tujuannya. Meski aku belum menemukan apa rencana Tuhan di dalam hidupku, akan tetapi satu hal yang pasti, kejadian2 tersebut membuat aku lebih kuat. Mungkinkah Tuhan menginginkan aku untuk menguatkan orang-orang yang mengalami nasib sama sepertiku?
Bisa jadi.
Aku tetap bersyukur, meski aku fatherless, tapi Tuhan Yesus masih menjagai keluargaku. Aku masih diberi kesempatan untuk memiliki ayah, meski hanya selama 16 tahun. Di luar sana, banyak orang yang jauh kurang beruntung dari aku, yang mungkin bahkan tidak pernah melihat ayahnya.
Aku mulai belajar melihat semua kejadian dari sisi positifnya, meski awalnya sangat berat dan butuh waktu lama.
Salah satunya, aku lebih dekat dengan mama. Karena hanya dia yang kupunya saat ini.

Bersyukur. Ya, kata-kata yang sering kita dengar. Aku baru menyadari bahwa bersyukur ternyata bukan hanya saat kita mendapat kebahagiaan, saat kita berduka juga harusnya kita bersyukur. Bersyukur karena saat kita berduka, disana kita bisa melihat bahwa ternyata masih banyak orang-orang yang peduli kepada kita. Masih ada orang yang menguatkan kita, Bersyukurlah untuk itu.


Apa yang terjadi di Natal tahun tahun berikutnya??

To be continued........



Comments

Popular posts from this blog

Martumpol 01082015

Promil part 3 (Profertil & Suntik Ovidrel)

Promil Part 1 (USG Trans V, Profertil dan Metformin)