R. E. S. I. G. N
Heiii,
Apa yang ada di kepalamu ketika mendengar kata kata tersebut?
RESIGN??
It means "new life" i think.
Yuuppp, resign pasti berhubungan dengan sesuatu yang baru ya kan?
Resign merupakan pengakhiran suatu hubungan kerja sama antara dua pihak, biasanya adalah antara perusahaan dengan karyawan.
Nah, sekarang apa sih maksudnya kita bahas beginian di blog ini?
Apa ini tentang aku?
Ya pastilah hehehe...
Yupppp, disini akhirnya aku akan mengakui bahwa aku sudah berada pada posisi itu.
RESIGN !!
Biasanya sih kalo kita resign ada bermacam macam alasan, ada yang menemukan pekerjaan yang lebih baik, pekerjaan baru yang lebih menjanjikan, menemukan lingkungan kerja baru yang nyaman, ataupun ketemu Perusahaan yang lebih baik dari tempat kita sebelumnya.
Itu adalah sebagian besar alasan karyawan melakukan resign. Ada juga beberapa alasan lainnya seperti, kondisi kesehatan yang tidak lagi memungkinkan, pindah ke daerah lain, ingin fokus mengurus keluarga, ataupun mengikut suami.
Nah, kalo kalian sering baca blog ini pasti kalian tau kan apa alasanku resign?
Yuuppp, benar sekali, ikut suami !
Sounds good, right?
Tapi apakah semua semudah itu?
Tentu saja tidak sodarah,
Perkenalkan,
Nama : Veli, Vee, Velin, Velina atau apapun itu kalian memanggilku
Cita cita sejak kecil : Jadi wanita karir sukses
Sifat : Ambisius, sedikit egois.
Perlu kalian tau, sejak kecil aku merasa bahwa aku dewasa sebelum waktunya.
Aku terbiasa memilih jalan hidupku. Terbiasa memilih mana yang aku suka.
Bahkan untuk sekolah,aku memilih semua sendiri. Saat masuk SD memang masih ditentukan oleh orang tua, tapi sejak SMP aku sudah memilih sendiri. Aku memilih SMP di kota yang letaknya lumayan jauh dari rumah, padahal ada sekolah di dekat rumah. Beruntung aku memiliki orang tua yang cukup demokratis kalo soal pendidikan. Jadi mereka mendukung setiap keputusan anaknya, asal itu adalah sesuatu yang positif.
Biasanya yang memikirkan mutu sekolah itu adalah orang tua bukan? Tapi aku berbeda, aku sudah terlebih dulu tau info mengenai sekolah sekolah terbaik bahkan sebelum orangtuaku mencari tahu. Aku memilih aku akan bersekolah di SMP mana, kemudian lanjut SMA dimana, kemudian akan menempuh bangku perkuliahan dimana. Pastinya setiap sekolah yang aku pilih adalah sekolah terbaik dikotaku, yang pasti hanya siswa siswi terbaik yang bisa masuk di sekolah tersebut. Aku bahkan sudah membuat target dan menyusun rencana agar bisa masuk di sekolah yang aku pilih.
Di benakku sudah tersusun banyak strategi dan rencana untuk hidupku.
Aku belajar keras agar bisa masuk ke setiap sekolah yang aku inginkan. Aku belajar lebih keras dari teman teman sebayaku.
Oh iya, dan aku sedikit memilih dalam berteman. Ini sih dulu ya,zaman masih sekolah.
Aku merasa lebih nyaman bersama orang orang yang bisa saling membangun, bukan hanya sekedar bermain bersama. Kalau dulu teman teman seusiaku menghabiskan waktu lliburan dan weekend dengan bermain beramai ramai, aku lebih menyukai berada di rumah dengan membaca berulang ulang semua koleksi buku dan majalah anak anak yang dibelikan Bapak.
Aku hanya punya 2 orang teman yang benar benar dekat denganku. Aku lebih dekat dengan mereka padahal rumahnya cukup jauh dari rumahku dibanding dengan tetanggaku sendiri. Aku bisa bertahan selama liburan berminggu minggu di rumah asal ada buku di sekitarku. Yuupppp, im a Nerd !alias kutu buku.
Bahkan dulu saat akan memasuki peguruan tinggi, aku mematok diriku harus bisa masuk di Universitas Indonesia. Aku berusaha keras untuk itu. Tapi sayangnya aku gagal dalam tes. Tapi meskipun begitu, aku sudah bertekad harus kuliah di Pulau Jawa, Cita cita ini sudah terpatri di dalam hatiku sejak masuk SMA. Beruntung sekolahku adalah sekolah yang selalu membakar semangat ini. Karena kebetulan SMAku adalah sekolah terbaik di kotaku, bahkan bisa dibilang, se-provinsi Sumatra Utara, pasti tau sekolahku. Sekolah di kota kecil, tapi berstandar internasional dan menghasilkan alumni penghuni kampus kampus negeri terbaik di negara ini.
Dan meski aku gagal masuk UI, aku berhasil masuk di Universitas Diponegoro. Masih salah satu dari 5 besar kampus terbaik di negeri ini.
Yaaa, meski bukan target pertama, tapi minimal masih dalam target. Belum keluar dari jalur rencanaku.
Dan aku juga mematok diriku sendiri, aku harus bisa menyelesaikan kuliahku sebelum 4 tahun. Target awal 3,5 tahun. Meski tidak tercapai, tapi aku bisa menyelesaikan kuliahku 3 tahun 8 bulan.
Masih masuk target kan? Aku bahkan bisa menyelesaikan skripsiku lebih cepat daripada teman teman yang sudah mengerjakan skripsi lebih dulu.
Saat itu dari angkatan di jurusanku, hanya 3 orang termasuk aku yang bisa lulus dengan waktu 3 tahun 8 bulan. Yang lainnya belum. Padahal aku bukan yang terpandai dari teman teman lain seangkatanku.
See? Aku ambisius dan sangat ambisius.
Tapi orang lain tidak tahu ini.
Hanya orang orang yang paling dekat denganku saja yang tahu ini, bahkan teman teman tidak tahu bahwa aku se ambisius itu.
Hanya mama dan kekasihku, yang saat ini jadi suamiku yang tahu, bahwa aku adalah orang yang sangat ambisius dan sangat terstruktur.
Dan setelah wisuda bulan Juli, aku mendapat pekerjaan hanya dalam waktu 3 bulan. Pada bulan Oktober dalam tahun yang sama, aku sudah resmi menjadi seorang karyawati di sebuah perusahaan di Ibukota negara ini.
Dan seperti biasa, aku juga sudah mematok ini. Aku berusaha mendapat pekerjaan secepat mungkin.
Dan setahun setelah bekerja, aku sudah berada dalam liburanku di Bali. Seperti biasa, aku sudah menargetkan semua lagi. Sebulan setelah kerja, aku sudah menabung untuk liburan.
Dan dengan gaji awal yang masih dalam posisi training, aku sudah bisa menghidupi diriku sendiri, termasuk biaya kos dan makanku sendiri, kasih kiriman bulan rutin ke mama, menabung untuk jalan jalan, shopping termasuk perawatan.
Yuuupp, aku terstruktur dan memandang jauh ke depan.
Aku selalu mengatur semua sejak awal. Bahkan aku selalu punya plan untuk rencana setahun ke depan.
Aku sudah hampir 3 tahun bekerja di Ibukota. Dengan gaji yang tergolong cukup. Cukup untuk makan, cukup untuk biaya hidup, cukup untuk rutin kirim bulanan ke mama, cukup untuk shopping, cukup untuk perawatan muka dan salon, cukup untuk nabung jalan jalan ke Singapore, Bali, Belitung dan tempat lainnya. Bisa dibilang dalam 3 tahun ini, aku juga sudah bisa traveling ke beberapa tempat. Di kantor, jabatan pun berada di posisi Section Head.
Memang belum seberapa sih. Aku masih ingin merintis karir yang lebih baik. Aku masih punya banyak target dan cita cita. Masih banyak hal yang ingin aku capai dan ingin aku peroleh.
Nah, saat dalam posisi seperti di atas, tiba tiba kamu dihadapkan dengan keadaan kamu harus meninggalkan semuanya itu, apa yang akan kamu perbuat?
Meninggalkan semua hingar bingar ibukota, meninggalkan karir yang masih setengah jalan, meninggalkan cita cita, meninggalkan teman teman, meninggalkan semua target.
Demi lelaki yang akan mengajakmu hidup bersama di daerah terpencil dan kamu jadi seorang Ibu rumah tangga. Hanya jadi seorang pengangguran, hanya Ibu Ibu berdaster yang sibuk nyapu, masak sama nyuci.
Siapkah kamu?
Aku?
Jelas tidak siap.
Ya, aku sangat tidak siap.
Aku tidak bisa menerima semua itu.
Aku sudah berusaha keras sepanjang hidupku untuk memperoleh apa yang sedang aku peroleh saat ini.
Tidak akan mudah bagiku. Aku menghabiskan waktuku untuk sekolah dan belajar demi semua ini.
Dan lelaki itu datang dengan seenaknya memintaku meninggalkan semua ini.
Hanya dengan imbalan aku bisa hidup bersamanya.
Apa itu adil?
Tidak menurutku.
Itu sangat tidak adil,
Kenapa harus aku yang mengalah?
Apa karena aku perempuan? Apa karena gajinya lebih banyak dariku?
Ini tidak adil.
Aku tidak bisa terima.
Ya, lelaki itu adalah lelaki yang sudah menjadi kekasihku selama kurang lebih 5 tahun belakangan.
Ya, selama ini kami memang menjalani Long Distance Relationship. Dia kakak kelasku di Undip.
Dan memang sudah banyak hal yang kami lalui untuk mempertahankan hubungan ini. Dan menurut dia, cukup pacarannya saja yang jarak jauh. Menurutnya, pasangan yang sudah menikah itu harus bersama sama. Tidak baik jika terpisah jarak. Dan memang sih ada benarnya juga menurutku, tapi itu artinya aku harus ikut dia kan?
Ke kota kecil itu?
Yang gak ada mallnya itu?
Secara selama hampir 7 tahun merantau aku sudah sangat menyukai mall. Aku menyukai kelengkapan yang ditawarkan supermarketnya, menyukai barang barang yang ada di etalasenya meski tidak selalu membeli, tapi aku menyukai berada di mall.
Ya, aku sangat suka mall.
Kenapa?
Karena selama 7 tahun ini, mall adalah tempatku bertemu teman teman, mall adalah tempatku belanja kebutuhan sehari hari (karena aku tidak suka berada di pasar), mall adalah tempatku sharing bersama rekan kerja ataupun teman teman, mall adalah tempat me time ku (nyalon dsb). mall adalah tempat hiburanku dan mall adalah tempat kencanku.
Yaa, aku gak bisa hidup tanpa mall kayaknya.
Ya,aku memang mencintai lelaki itu.
Aku ingin hidup bersamanya.
Aku ingin menjadi pendamping hidupnya.
Tapi apakah semua ini sebanding dengan semua itu?
Aku meninggalkan karirku
Aku meninggalkan kehidupanku
Aku meninggalkan teman temanku
Aku meninggalkan cita citaku.
Hanya untuk dibawa ke sebuah kota kecil dan menjadi ibu rumah tangga?
Ahhhhhh, entahlah
Tapi pada kenyataannya, aku tetap saja resign.
Dengan sangat terpaksa, ya aku masih belum iklhas :( :(
Aku bilang aku akan ikut dia dengan syarat dia akan membantu mencarikanku pekerjaan baru.
Meski aku sangat pesimis, karena seperti info yang kudapat dari dia, hal itu sangat kecil kemungkinannya.
Aku harus menyiapkan diriku untuk kemungkinan terburuk bahwa aku tidak akan bekerja lagi.
Dan menerima kenyataan ini memang berat.
Sangat berat.
Aku menangis hampir setiap malam selama bulan pertama.
Aku tidak menyesali keputusanku mengikut dia.
Aku hanya merasa kehilangan diriku.
Aku merasa putus asa dengan diriku.
Aku kehilangan kepercayaan diriku.
Aku merasa tidak berarti.
Aku kehilangan semangatku.
Aku merasa diriku tidak berguna.
Aku merasakan gejolak setiap hari di hati dan pikiranku.
Pikiranku kacau setiap mengingat karirku dan pendidikanku.
Hatiku teriris menyaksikan teman temanku yang sibuk dengan pekerjaan masing masing.
Aku merasa kosong.
Aku kehilangan diriku yang dulu.
Aku tidak tau diriku yang dulu ada dimana.
Aku bukan lagi si gadis ambisius
Aku bukan lagi si gadis penuh perencanaan
Aku bukan lagi si kutu buku
Aku bukan lagi si periang yang di kelilingi banyak teman.
Aku kehilangan semua.
Aku menjadi si pesimistis
Aku menjadi si pemalas
Aku menjadi orang labil
Aku menjadi wanita cengeng
Aku bukan si wanita mandiri lagi
Aku bukan si wanita tangguh lagi
Aku bukan si wanita modern lagi.
Aku butuh waktu lama untuk bisa menerima semua kenyataan ini.
Kalian bisa tanya suamiku kalo tidak percaya.
Aku bersyukur Tuhan memberiku suami yang sabarnya luas sekali.
Bisa sabar menghadapi aku yang rapuh ini.
Mungkin dia sedikit merasa bersalah
Karena sudah membawaku dalam keadaan ini.
Tapi ini bukan salahnya, kami tidak bisa mengatur dia akan ditempatkan dimana bukan?
Karena dia bukan pengusaha yang bisa bekerja di tempat yang di sukainya.
Dia hanya seorang karyawan BUMN yang harus patuh pada atasan kan?
Aku butuh waktu hampir setahun untuk bisa menerima kenyataan ini.
Mungkin sisa sisa si wanita tegar masih ada dalam diriku, sehingga ketika orang menanyakan "kegiatannya apa sekarang" ?
Aku masih bisa membalas dengan sedikit senyuman, akan tetapi berakhir dengan tangisan setelah di rumah.
Entah kenapa, pertanyaan itu rasanya sangat menyakiti perasaanku.
Meskipun begitu.
Aku bersyukur.
Bersyukur atas pasanganku yang selalu menguatkanku.
Tidak menghakimi, tapi malah mendukung
Terima kasih suami yang sudah dengan sangat sabar selalu menguatkanku.
Yang lebih rajin buka joobstreet daripada aku.
Kami tahu hal itu sangat kecil kemungkinannya, tapi kami masih berusaha.
Kami masih terus berharap dan berdoa sampai sekarang.
Terima kasih banyak suami yang sudah mendukungku.
Mengerti maksud hatiku.
Mengerti kenapa aku rapuh seperti ini
Mengerti kegalauan di hatiku.
Dan sampai sekarang, aku masih tetap jadi penganguran.
Aku masih belum bekerja.
Aku masih hanya di rumah saja.
Kami masih berusaha, tapi entah kenapa aku merasa kemungkinan itu sangat kecil jika kami masih berada di kota ini.
Ya, doaku adalah semoga kami bisa segera pindah ke tempat yang lebih baik. Ke tempat yang lebih ramai, tempat dimana aku bisa produktif kembali.
Aku butuh kegiatan.
Aku butuh aktualisasi diri.
Semoga Tuhan berkenan atas semua doa dan pengharapan kami.
Karena tentu saja, semua tergantung kehendak Sang Khalik bukan?
Oh iya, satu lagi.
Bagi kalian yang punya teman yang seperti aku, yang harus resign karena harus mengikut suami.
Tolong jangan pernah katakan hal seperti"sayang banget sekolahmu, sayang banget karirmu"
Yakinlah, hal itu sangat menyakiti hatinya, meski dia membalasnya dengan senyuman.
Yakinlah, keputusan itu tidak diambil dengan mudah.
Semua itu berat teman.
Ya, hidup itu memang pilihan kawan.
Kita ternyata tidak bisa mengatur hidup kita semau kita.
Tuhan masih lebih berkuasa daripada kita.
Jadi sebaik apa pun rencana yang kita susun, semua bisa sekejap berubah jika Tuhan tidak berkehendak.
Sebaik apapun rencana dan cita cita yang sudah aku bayangkan, ternyata semua bisa berubah.
Tidak ada yang bisa menghentikan kehendak Tuhan. Kita tidak bisa mengatur Tuhan :(
Tidak ada yang bisa menghentikan kehendak Tuhan. Kita tidak bisa mengatur Tuhan :(
Dalam hidup, kita selalu diperhadapkan dengan pilihan.
Dan seringkali pilihan itu selalu membutuhkan pengorbanan.
Begitu pula aku.
Aku mengorbankan cita citaku demi hidup bersama sama dengan pasanganku.
Meski berat dan banyak pergumulan, tapi inilah pilihanku.
Kami hanya bisa berdoa, semoga kami bisa melewati semua ini.
Semoga semua ini memang yang terbaik dari Tuhan.
Dan kami juga tak berhenti berharap.
Semoga Tuhan masih memberi aku kesempatan untuk mengembangkan diri, menggunakan ilmu dan menjadi wanita yang produktif.
Pssst: Aku masih selalu menyelipkan permohonan itu di setiap doa doaku :)
Dan terima kasih suamiku yang juga selalu menyelipkan doa itu setiap saat teduh kita :)
Comments
Post a Comment